
Yogyakarta, sunanpandanaran.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah secara resmi meluncurkan Halaqah Fiqih Peradaban sebagai bagian dari rangkaian Hari Lahir (Harlah) 1 Abad NU. Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Yogayakarta menjadi salah satu tuan rumah dari 250 titik dalam program Halaqah Fiqih Peradaban yang diadakan pada Sabtu (10/9/2022) di Aula Komplek 1. Puncaknya akan digelar pada Januari 2023 mendatang.
Seiring perkembangan zaman yang pesat, terjadi adanya perubahan peradaban yang fundamental. Di era globalisasi kini tak jarang kita jumpai problem fiqih terkait Islam modern. Hal ini memicu perbincangan yang kompleks dalam dunia islam kontemporer.
Dari problematik tersebut menjadi salah satu titik poin acara Halaqah Fiqih Peradaban ini. Acara ini menjadi momentum perspektif dan aspirasi para cendekiawan dalam berinteraksi didunia keilmuan fiqih.
Acara ini diawali dengan sambutan tuan rumah Pesantren Sunan Pandanaran, yang diwakili oleh Dr. KH. Imaduddin Sukamta, M.A. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi sesi pertama yang diisi oleh narasumber KH. Ulil Abshar Abdalla, Prof. Dr. Phil. Sahiron Syamsudin, M. A dan KH. Chasan Abdullah.
Dalam mengawali diskusi tersebut, KH. Ulil Abshar Abdalla menghadiri acara tersebut secara daring. Dalam salah satu pemaparan beliau menyingkap latar belakang acara tersebut.
“Halaqoh ini merupakan ide Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf atau yang dikenal dengan Gus Yahya. Ide ini digagas oleh Gus Yahya dengan sengaja sebagai kelanjutan dari serial Halaqah serupa yang pernah diselenggarakan pada era Gus Dur. “ ungkap beliau.
Halaqah yang dilakukan pada era Gus Dur maupun Gus Yahya saat ini memiliki semangat yang sama, yakni melakukan rekontekstualisasi fiqih agar bisa menjawab masalah-masalah peradaban baru yang dihadapi di masa sekarang. Bedanya, Gus Dur melakukan itu dalam konteks Indonesia, sedangkan Gus Yahya pada tingkat dunia.
Kemudian, Prof. D. Phil. Sahiron Syamsudin, M.A., menjabarkan pengertian dari Halaqah Fiqih Peradaban itu sendiri, baik secara etimologi maupun terminologi. Dilanjutkan dengan pemaparan kedua oleh KH. Chasan Abdullah.
“Fiqih merupakan produk zaman yang merupakan hasil ijtihad para ulama dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis.”tutur beliau.
Lalu dilanjutkan dengan sesi kedua diskusi yang disampaikan oleh KH. Darul Azka dan Prof.Dr. Purwo Santoso, MA. KH. Darul Azka menjabarkan contoh penerapan fiqih di era peradaban sekarang. Beliau menyontohkan pada perkara hukum rajam bagi pezina diera kini.
“Iqomatul hudud dalam menghukumi zina tidak boleh dilakukan secara semena-mena dan memaksa.” ujar beliau.
Kemudian diskusi tersebut ditutup dengan narasumber terakhir yakni Prof. Drs. Purwo Santoso, M. A., Ph. D. Beliau menekankan adanya narasi dan pengambilan hikmah dalam hasil akhir. Dari sekian teori dan perspektif dalam diskusi ini perlu kita lakukan adanya pengubahan teks ke dalam konteks. Sehingga dari sekian teori-teori dan perspektif diskusi ini kita dapat melaksanakan penerapan dalam berbagai aspek.
