Wonogiri, sunanpandanaran.com – Temu Tokoh Adat se-Nusantara yang digelar di Pondok Pesantren Syahiidah, Pracimantoro, Wonogiri diselenggarakan selama dua hari, sejak tanggal Sabtu (12/08/2023) hingga Minggu (13/08/2023). Acara ini merupakan kolaborasi antara Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU dengan Pondok Pesantren Syahiidah (Yayasan pondok Pesantren Sunan Pandanaran).
Kegiatan yang bertema “Keragaman Adat dan Budaya dalam Kesatuan Warisan Peradaban Nusantara yang Toleran dan Harmonis” diikuti kurang lebih 36 tokoh adat dari 27 perwakilan daerah di Nusantara.
Para tokoh adat tua dan muda tersebut mewakili masyarakat pendukungnya dari Tana Tua Kajang dan Bissu Sulawesi Selatan; Laroma Sulawesi Utara; Torosiaje Gorontalo; komunitas Key Maluku; komunitas Alu Sulawesi Barat; komunitas Sanifagu Papua Barat; Marapu Sumba Nusa Tenggara Timur; Sasak Nusa Tenggara Barat; Bali; Lampung; Lubak Tambusai Riau; Bandung; Baduy Banten; Kasultanan Cirebon; Tengger Jawa Timur; dan Gayo Luwes Aceh.
Kegiatan tersebut diawali dengan perkenalan diri masing-masing tokoh adat serta kesan dan pesan dalam keikutsertaannya pada pertemuan tersebut.
Romo Sukardji, perwakilan dari Tengger, Gunung Bromo mengatakan sangat bangga bisa hadir di acara tersebut dan suatu kehormatan bisa di undang di acara ini.
“Acara ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan seni dan Budaya adat nenek moyang kita, karena kita tetap berbakti dan bersyukur kepada sang Maha Pencipta dan para leluhur”, tambahnya.
Ketua Lesbumi PBNU, Jadul Maula, dalam sambutannya mengatakan kegiatan ini merupakan satu langkah untuk menuju peraadaban Budaya yang di mulai dengan perkumpulan kecil ini.
“Kegiatan ini merupakan satu pertemuan dari niat banyak pihak”, ungkapnya.
Setelah acara pembukaan yang menyegarkan, termasuk lantunan lagu syahdu dari Acil Bimbo, dilanjutkan sarasehan dan perumusan sebagai upaya untuk memupuk kembali nilai-nilai adiluhung di dalam sistem kebudayaan. Salah satu hasil perumusannya adalah melakukan advokasi kepada pemerintah tentang perlindungan dan pengembangan hak-hak adat, berdampingan secara harmonis dengan hukum nasional.

Hasil rumusan ini merupakan usaha bersama untuk membangun suatu karakter kebudayaan yang berlandaskan kepada sikap saling menghormati, saling menghargai, saling mendukung, saling mengisi, dan saling mencintai sebagai wujud dari kemuliaan martabat manusia.
Kemudian dilanjutkan kunjungan ke Pondok Pesantren Hajar Aswad, Gunung Gambar, Goa Ratu Kencono Wungu dan terakhir dilanjutkan dengan penanaman pohon pusaka di Bukit Nusantara. Acara ditutup dengan panggung wayangan oleh Ki Ardhi Purboantono. (Safinatul Maghfiroh)